Selasa, 08 November 2016

Ayat-ayat al-qur'an tentang akad salam



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Salam
As-salam secara bahasa memiliki banyak arti, di antaranya adalah at-taqdim waat taslim (mendahulukan dan menyerahkan).[1] Menurut pendapat Az-Zuhaily, salam adalah jual beli barang dengan sistem pesanan di antara pembeli (musalam) dan penjual (muslam alaih) dengan menjelaskan spesifikasi atau karakternya tertentu yang ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu dengan pembayarannya di lakukan secara tunai di majlis akad.[2]  
Secara sederhana menurut saya, akad jual beli dengan akad Salam adalah suatu transaksi pembelian barang yang di jelaskan spesifikasinya yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka (pada saat akad terjadi).
B.  Landasan Hukum Salam[3]
v Al-Qur’an
1.      Surat al-baqaroh ayat 282
Jual beli dengan sistem pesanan (salam) diperbolehkan, yang berlandaskan pada firman Allah SWT pada surat al-Baqoroh ayat 282[4], yang berbunyi:
يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُج وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِّالْعَدْلِج
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.”[5]


2.      Surat al-maidah ayat 1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Artiya: “hai orang beriman, penuhilah akad-akadmu.”
Ø Tafsiran landasan hukum Salam:
Ø  Surat Al-Baqoroh ayat 282:
·         Surat al-baqoroh ayat 282: (Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu mengadakan utang piutang), maksudnya muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, utang-piutang dan lain-lain (secara tidak tunai), misalnya pinjaman atau pesanan (untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui atau di pastikan antara si pembeli dan si penjual, (maka hendaklah kamu menuliskannya) maksudnya bukan hanya untuk menuliskannya saja namun harus dengan mempersaksikan untuk mencegah atau merealisasikan dan menghilangkan pertikaian di kemudian hari nantinya. (Dan hendaklah ditulis) surat utang itu (di antara kamu oleh seorang penulis dengan adil) maksudnya dalam penulisan ini tidak perlu seorang yang benar untuk menuliskannya, namun yang terpenting adalah ia menuliskannya dengan benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya. [6]
Menurut saya transaksi dengan menggunakan akad salam atau pesanan itu terdapat antara dua pihak orang yang mana pihak pertama berkehendak sebagai orang yang menjual, pihak kedua sebagai orang yang membelinya. Dalam transaksi ini terjadi dengan penangguhan karena obyek yang dibeli masih dalam pesanan serta membayarnya dengan cara tunai. Dalam akad salam tidak sah menangguhkan pembayaran itu dengan tidak jelas tempo pembayarannya, jika mengandung unsur ketidakjelasan waktu pembayarannya maka akan mengakibatkan terjadinya riba.
Dalam ayat tersebut, seseorang yang melakukan transaksi pesanan atau utang piutang harus adanya bukti hitam di atas putih atau bukti penulisan. Adapun penulisan dalam transaksi tersebut harus diketahui oleh kedua belah pihak bukan hanya melibatkan salah satu pihak saja, karena jika hanya salah satu pihak yang mengetahui akan mengakibatkan hal yang tidak diinginkan seperti: penyelewengan penuduhan. Oleh karena itu, penulisan tersebut dilakukan oleh penulis diluar dari kedua belah pihak yang bertransaksi dengan cara yang benar dan adil, akan tetapi masih dalam persaksian diantara keduannya.
Ø  Surat al-maidah ayat 1
(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah olehmu perjanjian itu) baik perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan Allah maupun dengan sesama manusia. 
Menurut saya, kata (أَوْفُوا بِالْعُقُود) itu bermakna bahwa “penuhilah akad-akad itu,” maksudnya seseorang mempunyai keharusan untuk berpegang dan menepati janji dalam jual beli dan memiliki hak khiyar dalam jual beli. Dari situ sudah sangat jelas bahwa dalam melakukan hal apapun terutama dalam hal jual beli harus mengadakan adanya akad perjanjian agar pembeli dan penjual tidak saling merasakan rugi atau penyesalan.
v Hadist
عن ابن عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قال: قَدِمَ النبي صلى الله عليه و سلم الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ بِالتَّمْرِ السَّنَتَيْنِ وَالثَّلَاثَ. فقال: من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ . متفق عليه[7]
Artinya: “Dari sahabat Ibnu Abbas radhiallhu ‘anhuma, ia berkata: “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  tiba di kota Madinah, sedangkan penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dalam tempo waktu dua tahun dan tiga tahun, maka beliau bersabda: ‘Barang siapa yang memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam jumlah takaran yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan dalam timbangan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan hingga tempo yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula.'” (Muttafaqun ‘alaih)
Kesimpulan hadis:
Disyaratkan dalam salam apapun yang disyaratkan dalam jual beli, karena salam merupakan salah satu jenis jual beli. Apa yang disepakati harus dari hal-hal yang diperbolehkan, harus ada keridhaan, barang yang dijadikan objek salam harus berupa barang yang memang boleh dijual, harus ada kemampuan membayar ketika tiba waktu pembayarannya, harga dan barang harus sama-sama diketahui.[8]
Disamping syarat-syarat ini, ada tambahan syarat dalam salam, yaitu kembali kepada tambahan batasan dan kebebasannya, agar tidak menimbulkan perselisihan dan permusuhan. Syarat-syarat terpenting tersebut adalah:
1.      Harus dijelaskan ukuran barang yang diserahkan sebagai salam berdasarkan takaran atau timbangan yang diakui syariat, kalau memang barangnya dapat ditimbang atau ditakar atau diukur kalau memang termasuk barang yang harus diukur, atau dihitung jika merupakan barang yang dihitung, selag tidak ada perbedaan yang mencolok antara yang besar dan yang kecil atau ukuran lainnya untuk barang yang dihitung.
2.      Penyerahan barang ditunda, dan waktunya harus jelas, tidak diserahkan pada saat itu pula dan tidak boleh tanpa waktu yang jelas.
3.      Pembayaran harga harus dilaksanakan ditempat pada saat akad. Hal ini diambilkan dari sabda Rasulullah SAW,
hendaklah dia melakukan salaf, karena salaf merupakan jual beli yang pembayarannya dimuka, sedang barangnya diserahkan dibelakang hari hingga waktu yang ditentukan.
4.      Harus ada jaminan dan bukan pada keberadaan barang. Inilah yang memungkinkan dilaksanakannya akad, meskipun pemenuhannya berasal dari sesuatu yang belum ada ditangan penjual, karena dia akan memenuhinya dari buah-buahan atau hasil tanaman yang memang belum ada pada saat dilakukan akad.
Dengan begitu jelaslah bahwa tercakup dalam larangan sabda Rasulullah SAW, “janganlah kalian menjual sesuatu yang tidak ada ditanganmu.” Akad untuk salam ini sesuai dengan qiyas yang mengetatkannya dengan menyebutkan beberapa batasan tertentu, yang sama sekali tidak didukung dalil.[9]
Ø  Asbabun Nuzul
1.      Surat al-baqaroh ayat 283
Pada waktu Rosulullah SAW datang ke madinah pertama kali, orang-orang penduduk asli biasa menyewakan kebunnya dalam waktu satu, dua atau tiga tahun. Oleh sebab itu rosul bersabda:”Barang siapa menyewakan (mengutangkan)sesuatu hendaklah dengan timbangan atau ukuran yang tertentu dan dalam jangkawaktu yang tertentu pula” sehubungan dengan itu allah swt menurunkan ayat 282 sebagai perintah apabila mereka utang piutang maupun muamalah dalam jangka waktu tertentu hendaklah ditulis perjanjian dan mendatangkan saksi. Hal mana untuk menjaga terjdinya sengketa pada waktu-waktu yang akan dating. (Hr. Bukhori dari Sofyan Bin Uyainah dari IbnuAbi Najih dari Abdillah bin Katsir dari Minhal dari ibnu Abbas).
2.      Surat al-maidah ayat 1
Pada suatu waktu ada seorang laki-laki datang kepada Ibnu Mas’ud seraya berkata” ikatlah janji dengan ku!” sehubungan dengan itu Abdillah bin Mas’ud tidak menjawab, yang kemudian dia menghadap kepada Rasulullah SAW menyampaikan apa yang disampaikan laki-laki itu. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-1 sebagai ketegasan, agar orang-orang yang beriman menguatkan janji-janji mereka dan memenuhinya.
C.  Rukun Ba’i As-Salam
Pelaksanaan bai’ as-salam harus memenuhi sejumlah rukun berikut ini:
a.       Muslam atau pembeli
b.      Muslam ilaih atau penjual
c.       Modal atau uang
d.      Muslam fiihi atau barang
e.       Sighat atau ucapan. Maksudnya serah terima antara pihak penjual dan pembeli.[10]
D.  Syarat Bai’ as-Salam
a.          Pelaku
1.      Ada penjual dan pembeli
2.      Cukup hukum (baligh, berakal dan sehat)
3.      Suka rela, tidak ada paksaan diantara penjual dan pembeli.
b.         Obyek akad
Ø Modal Transaski Ba’i as-Salam
1.      Modal harus diketahui
Maksudnya modal yang harus diketahui dari spesifik, jenis, kualitas serta kuantitasnya.
2.      Pembayarannya harus berbentuk uang tunai.
3.      Penerimaan pembayaran Salam
Maksudnya pembayaran salam dilakukan pada saat akad berlangsung. Hal tersebut dimaksudkan agar pembayaran yang diberikan oleh al-muslam (pembeli) tidak di jadikan sebagai utang penjual. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.
Ø Al-Muslam Fiihi (Barang)
1.      Barang yang sah untuk diperjual belikan.
2.      Barang tersebut memiliki kriteria yang jelas.
3.      Barang tersebut harus dapat ditakar/ditimbang
4.      Barang pesanan tersedia di pasar pada saat jatuh tempo.
5.      Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal tertentu.

Ø Ijab qabul
1.      Harus jelas dengan siapa dia berakad
2.      Penyebutan barang pada saat akad berlangsung.[11]
E.   Ilustrasi dan skema akad salam
Jual beli salam pada perbankan syariah lazim ditetapkan pada pembelian alat-alat pertanian, barang-barang industri dan kebutuhan rumah tangga. Nasabah yang memerlukan biaya untuk memproduksi barang-barang industri bisa mengajukan permohonan pembiayaan ke bank syariah dengan skim jual-beli salam.[12]
Dalam hal ini bank berperan sebagai pemesan barang nasabah dengan pembayaran secara kontan. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa akad salam dalam perbankan tidak selalu mudah untuk menjual kembali barang-barang yang ia jual, baik kepada pihak ketiga maupun kepada nasabah. Lalu untuk itulah dilakukan akad pararel, yaitu akad salam dilakukan secara simultan antara bank dan nasabah disatu pihak dan antara bank barang dipihak lain. Seperti skema di bawah ini:


 











1.      Bank syariah membeli mangga harum manis dari koperasi buah mangga harum manis dengan menggunakan akad salam untuk satu tahun kedepan dengan harga Rp.20.000 sebanyak 20 ton.
2.      Bank syariah membayar tunai kepada koperasi sebesar Rp. 200.000.000.
3.      Bank syariah menjual kepada pemborong mangga dengan menggunakan akad salam dengan harga Rp.25.000.
4.      Pemborong membayar tunai kepada bank syariah sebesar Rp.250.000.000.
5.      Setelah, satu tahun berlalu, koperasi petani menggirimkan buah-buah tersebut sesuai dengan jumlah dan kualitas yang dipesan oleh bank syariah.
6.      Bank syariah menggirimkan buah-buah tersebut kepada pemborong
7.      Pemborong menjual buah-buah tersebut dengan harga Rp.30.000
8.      Pemborong mendapatkan keuntungan dari penjualan mangga di pasar buah[13]
















BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Bai' as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang, dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang. Dalam transaksi Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan harus ada pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighat).
Sebagaimana dapat dipahami dari namanya, yaitu as salam yang berarti penyerahan, atau as salaf, yang artinya mendahulukan. Mengenai keterkaitan dua ayat yang menjelaskan akad salam tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dari surat al-maidah dalam bertransaksi harus memenuhi akad-akad yang sudah ditentukan sesuai perjanjian. Dan dalam surat al-baqoroh dalam bermuamalah secara tidak tunai, maka harus dicatat dan harus adanya bukti hitam di atas putih atau bukti penulisan. Adapun penulisan dalam transaksi tersebut harus diketahui oleh kedua belah pihak bukan hanya melibatkan salah satu pihak saja, karena jika hanya salah satu pihak yang mengetahui akan mengakibatkan hal yang tidak diinginkan seperti: penyelewengan penuduhan. Oleh karena itu, penulisan tersebut dilakukan oleh penulis diluar dari kedua belah pihak yang bertransaksi dengan cara yang benar dan adil, akan tetapi masih dalam persaksian diantara keduannya.









DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam. 2008. Syarah Hadis Pilihan Bukhari Muslim. Jakarta: Darul Falah
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Muhilli. 1443 H. Tafsir Al-Qur’an Al’adzim Imam Jalalain. Sarbani: Imaratullah.
Imam Abi ‘Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Mughiroh Bin Barzibah Bukhori Ja’fi. Shohih Bukhori Muslim. Surabaya: Darul ‘ilmi.
Mardani. 2011. Ayat-Ayat Dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakara: RajaGrafindo Persada
Mardani. 2011. Ayat-Ayat Dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakara: RajaGrafindo Persada
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nizar, Muhammad. 2016. Modul Sekolah Perbankan Syari’ah. Malang: Kurnia Advertising.
Zuhaily, Wahbah. 1989. Al-Fiqh Islami Wa Adillatuhu. Darul Fikri, Beirut, Labanon.





[1] Muhammad Nizar. 2016. Modul sekolah perbankan syari’ah. Malang: Kurnia Advertising. Hlm: 29
[2] Wahbah Zuhaily. 1989. Al-Fiqh Islami wa Adillatuhu. Darul Fikri, Beirut, Labanon. Hlm: 598-599
[3] Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press. Hlm: 108.
[4] Ismail Nawawi. 2012. Fikih muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm: 126
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm: 70.
[6] Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Muhilli. 1443 H. Tafsir Al-Qur’an Al’adzim Imam Jalalain. Sarbani: Imaratullah. Hlm: 44
[7] Imam abi ‘abdillah muhammad bin ismail bin ibrahim bin mughiroh bin barzibah bukhori ja’fi. Shohih Bukhori Muslim. Surabaya: Darul ‘ilmi. Hlm: 30
[8] Mardani. 2011. Ayat-Ayat Dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakara: RajaGrafindo Persada, Hlm:130-131
[9] Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam. 2008. Syarah Hadis Pilihan Bukhari Muslim. Jakarta: Darul Falah, Hlm: 629.
[10] Muhammad Nizar. 2016. Modul Sekolah Perbankan Syari’ah. Malang: Kurnia Advertising. Hlm: 33
[11] Ibid, hlm: 37
[12] Ibid. Hlm: 39
[13] Ibid. Hlm: 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar