Minggu, 02 April 2017

PENGARUH SISTEM BAGI HASIL TERHADAP MINAT MENABUNG DI BANK SYARIAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Bank syariah di Indonesia didirikan karena keinginan masyarakat terutama masyarakat yang beragama Islam yang berpandangan bahwa bunga merupakan hal yang haram, hal ini lebih diperkuat lagi dengan pendapat para ulama’ yang ada di Indonesia yang diwakili oleh fatwa MUI nomor 1 tahun 2004 tentang bunga yang intinya mengharamkan bunga bank yang didalamnya terdapat unsur-unsur riba[1].
Di awali dengan berdirinya Bank Syari’ah pada tahun 1992 yang di beri nama dengan Bank Mu’amalah Indonesia (BMI), sebagai pelopor berdirinya perbankan yang berlandaskan syari’ah atau berdasarkan hukum yang terdapat pada al-qur’an dan hadis nabi SAW,[2] serta syari’at-syari’at islam yang membantu pertumbuhan dan perkembangan perekonomian masyarakat. Hal ini disebabkan karena bank syari’ah memiliki beberapa keunggulan yang salah satu nya adalah konsep yang berorientasi kepada bagi hasil.
Pada awalnya produk-produk yang ditawarkan oleh bank syari’ah, menurut khalayak/masyarakat umum hanyalah produk-produk konvensional yang berlebelkan dengan syari’ah. Alasannya karena sistem bagi hasil dalam prakteknya masih menyerupai dengan sistem bunga di bank konvensional. Menurut mereka, masih sangatlah sulit untuk membedakan antara bagi hasil di bank syari’ah dan sistem bunga di bank konvensional, dan mereka masih ragu akan hukumnya.
Namun dengan demikian, sebagai lembaga perekonomian yang keberadaannya masih baru dibandingkan bank konvesional, bank syariah masih menghadapi berbagai permasalahan, baik yang permasalahan pada operasional maupun strategi. Akan tetapi, tujuan bank syariah didalam menjalankan usahanya adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bank dengan cara memperoleh keuntungan. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup bank, yang sangat bergantung pada kemampuan bank didalam memberikan pelayanan yang unggul, cepat, dan tepat pada nasabah. Untuk itu, maka bank harus mampu menciptakan produk jasa yang bernilai baru untuk mendapatkan nasabah yang potensial ditengah masyarakat. dalam hal ini, bank menciptakan produk (tabungan) yang menguntungkan nasabah dan pihak bank tersebut.
Sedangkan pada era globalisasi ini di seluruh belahan dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang, aktivitas manusia yang berhubungan dengan menabung sangatlah penting. Dengan adanya tabungan masyarakat maka dapat meringankan beban masyarakat dimasa depan atau pada saat tertentu apabila masyarakat mengalami kesulitan atau membutuhkan kebutuhan yang sangatlah mendesak. Dengan menabung setiap orang dapat merasakan keamanan uangnya terjamin dan tidak perlu takut kehilangan uangnya karena uang tersebut berada didalam suatu lembaga yang resmi, dengan menabung juga melatih seseorang untuk hidup lebih hemat.
Dengan adanya sekian banyak bank syari’ah yang beroperasi (berkembang) di berbagai daerah, maka banyak masyarakat yang mempunyai minat untuk menabung di bank syari’ah. Dan aktivitas menabung tersebut, maka nasabah akan mendapatkan nisbah (bagi hasil) antara nasabah dan bank syari’ah, meskipun nilai (prosentase) antara nasabah berkisar antara 50:50 atau 40:60 akan tetapi dilakukan dengan baik.
Agar sistem bagi hasil menjadi karakteristik operasional bank syari’ah dan bisa di terima oleh masyarakat yang masih menganggap bahwa bagi hasil itu serupa dengan sistem bunga yang berada di bank konvesional. Untuk itu, kami akan mengangkat sebuah judul makalah kami tentang “PENGARUH SISTEM BAGI HASIL TERHADAP MINAT MENABUNG DI BANK SYARIAH“.
B.       Perumusan Masalah
Berdasarkan dari berbagai persoalan sistem bagi hasil, maka ada beberapa persoalan yang dijadikan sebagai rumusan masalah, diantaranya yaitu:
1.      Bagaimana sistem bagi hasil di bank syari’ah?
2.      Bagaimana pengaruh antara sistem bagi hasil terhadap minat menabung nasabah?
C.       Tujuan Penelitian
  1. Untuk mengetahui tentang ruang lingkup sistem bagi hasil di bank syari’ah.
  2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sistem bagi hasil terhadap minat menabung.
D.       Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis Library research yaitu menggumpulkan bahan dengan membaca buku-buku jurnal dan bentuk-bentuk bahan lain atau yang lazim disebut dengan penyelidikan kepustakaan (library research).
2.      Sumber Data
Sebagai data sekunder kami menggunakan yaitu dari beberapa buku-buku ataupun berbagai jurnal-jurnal yang internasional.
3.      Teknik penggumpulan data
Dalam pembuatan makalah ini, teknik penggumpulan datanya peneliti meneliti dari sejumlah buku-buku ataupun jurnal-jurnal Internasional, kemudian memilah-milahnya dengan menyesuaikan materi-materi atau bahan-bahan yang kami butuhkan diprioritaskan dengan karya-karya yang telah teruji kebenarannya.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sistem Bagi Hasil Bank Syari’ah
  1. Pengertian Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama didalam melakukan kegiatan usaha. Didalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat dan pembagian hasil usahanya harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus saling rela (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.[3]
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan didalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
1)      Definisi profit sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba.[4] Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Sedangkan pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, dimana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.[5]
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara investor dan pengelola modal dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduannya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.[6]
2)      Definisi Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti: hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing  berarti pembagian hasil, enghasilan atau pendapatan.[7]
Revenue dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang di hasilkannya dari pendapatan penjualan. Berbeda dengan reveneu didalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan reveneu bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.
Reveneu pada perbankan syari’ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana kedalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.[8] Akan tetapi perbankan syari’ah memperkenalkan kepada masyarakat dengan istilah reveneu sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelola dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
  1. Jenis-Jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu: musyarakah, mudharabah, muzara’ah dan musaqoh. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syari’ah menggunakan kontrak kerjasama pada akad musyarakah dan mudharabah.
  1. Musyarakah (Joint Venture Profi & Loss Sharing)
Menurut Antonio musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan dalam penerapan yang dilakukan bank syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah untuk menyetujui suatu pembiayaan usaha atau proyek dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana berdasarkan prosentase tertentu dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[9]
  1. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Menurut Zuhaily mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua sebagai pengelola usaha (mudharib). Keuntungan yang didapat dari transaksi mudharabah ini akan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk presentase (nisbah).[10]
Oleh karena itu, ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah  yang harus diperhatikan yaitu:
a.       Pemilik modal (shahibul mal)
b.      mudharib
c.       modal
d.      ijab qabul
Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syari’ah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:
1)      Tabungan Mudharabah, yaitu simpanan pihak ketga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian.
2)      Deposito Mudharabah, yaitu merupakan investasi melalui simpanan ihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan mendapat imbalan bagi hasil.
3)      Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA), yaitu sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah dimana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.[11]
  1. Muzara’ah
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk di tanami dan di pelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) dari hasil panen.
  1. Musaqah
Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari Muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.[12]
  1. Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan pada bank konvensional. Dalam bank syari’ah, konsep bagi hasil sebagai berikut:
a.       Pemilik dana menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank yang bertindak sebagai pengelola dana.
b.      Pengelola/ bank syariah mengelola dana tersebut diatas dalam sistem pool of fund, selanjutnya bank akan menginvestasikan dana tersebut kedalam proyek/usaha yang layak dan menguntungkan serta memenehui aspek syariah.
c.       Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.[13]
  1. Nisbah atau Ratio Bagi Hasil
Nisbah merupakan ratio atau porsi bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang melakukan akad kerja sama usaha, yaitu pemilik dana dan pengelola dana yang tertuang dalam akad/perjanjian dan telah ditandatangani pada awal sebelum dilaksanakan kerjasama usaha. Apabila dalam akad diperjanjikan bahwa nisbah simpanan mudharabah adalah 40:60 maka bagi hasil yang didistribusikan kepada penabung/investor/nasabah adalah 60% dari distribusi pendapatan untuk klasifikasi simpanan mudharabah. Untuk contoh di atas maka nisbah untuk simpanan mudharabah = 60% X Rp.20.000.000,00 = Rp. 12.000.000,00 sedangkan untuk bagian bank sebagai pengelola dana = 40% X Rp 20.000.000,00 = Rp. 8.000.000,00. Apabila nisbah untuk investasi mudharabah 01 = 50:50 maka distribusi pendapatan untuk nasabah/investor = 50% X Rp.60.000.000,00 = Rp.30.000.000,00, sedangkan untuk bank adalah 50%  Rp. 60.000.000,00 = Rp.30.000.000,00.[14]
B.     Pengertian Minat Menabung
Minat dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai sebuah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu gairah atau keinginan.[15] Secara etimologi pengertian minat adalah perhatian, kesukaan kepada sesuatu keinginan[16]. Sedangkan menurut istilah ialah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.
Ada beberapa tahapan minat antara lain:
a.       Informasi yang jelas sebelum menjadi nasabah.
b.      Pertimbangan yang matang sebelum menjadi nasabah
c.       Keputusan menjadi nasabah
Dengan demikan maka dapat dikatakan bahwa minat adalah dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya. Selain itu minat dapat timbul karena adanya faktor eksternal dan juga adanya faktor intenal. Minat yang besar terhadap suatu hal merupakan modal yang besar untuk membangkitkan semangat untuk melakukan tindakan yang diminati dalam hal ini minat menabung.
Badudu dan Zain mengartikan menabung sebagai kegiatan menyimpan uang dalam tabungan di kantor pos atau di bank.[17] Sedangkan menurut Aromasari menyimpan uang di bank dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dimasa yang akan datang.[18]
Pada prinsipnya perilaku pembelian atau minat menabung nasabah sering kali di awali dan di pengaruhi oleh banyaknya rangsangan dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun dari lingkungannya. Rangsangan tersebut kemudian di proses dalam diri sesuai dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan menabung. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat kompleks dan salah satunya adalah motivasi untuk menabung.
Berdasarkan pemaparan di atas tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa minat menabung adalah kekuatan yang mendorong indvidu untuk memberikan perhatiannya terhadap kegiatan menyimpan uang di bank yang dilakukan secara sadar, tidak terpaksa dan dengan perasaan senang. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi minat menabung, yaitu:[19]
a.       Kebudayaan, kebiasaan yang biasa ditanamkan oleh lingkungan sekitar.
b.      Keluarga, orang tua yang rajin menabung secara tidak langsung akan menjadi contoh bagi anak-anaknya.
c.       Sikap dan kepercayaan, seseorang akan merasa lebih aman dalam mempersiapkan masa depannya jika ia memiliki perencanaan yang matang, termasuk dalam segi finansialnya.
d.      Motif sosial, kebutuhan seseorang untuk lebih maju agar dapt diterima oleh lingkungannya.
e.       Motivasi, rencana-rencana mengenai kebutuhan-kebutuhan dimasa mendatang dapat mendorong seseorang untuk menabung.
Sukardi dan Anwari berpendapat bahwa minat menabung pada pokoknya menyangkut dua hal, yakni:[20]
1)      Masalah kemampuan untuk menabung yang ditentukan oleh selisih antara pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan. Apabila pendapatan lebih besar dari pengeluaran dapat dikatakan mempunyai kemampuan untuk menabung.
2)      Masalah kesediaan untuk menabung.
Setiap individu pada umumnya mempunyai kecenderungan menggunakan seluruh pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya. Karena ada kecenderungan tersebut, maka kemampuan menabung tidak secara otomatis diikuti dengan kesediaan menabung.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa minat menabung dapat dipengaruhi oleh faktor individual, faktor sosial, faktor kemampuan dan faktor kesediaan.
C.    Hubungan Tingkat Bagi Hasil dengan Minat Menabung
Bank syariah memperoleh pendapatan dari beberapa pembiayaan yang disalurkan kepada anggota dalam bentuk pembiayaan yang disalurkan kepada anggota dalam bentuk pembiayaan mudharabah, murabahah, musyarakah, qordhul hasan, ijarah. Pendapatan yang diperoleh tersebut oleh bank syariah akan didistribusikan kepada anggota penghimpun dana dan pemegang saham, ada hubungan yang jelas antara pendapatan bagi hasil yang diperoleh Bank Syariah dengan imbalan bagi hasil yang diperoleh nasabah penghimpun dana dan pemegang saham. Metode bagi hasil bank syariah dengan menggunakan profit sharing atau bagi laba, sedangkan pembagiaan bagi hasil untuk pendapatan dan imbalan berdasarkan cash basis (Antonio. 1999.).
Pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah sebagian besar diberikan kepada pengusaha kecil. Sebelum menyetujui usulan pembiayaan yang diajukan anggota, Bank syariah akan membuat suatu proyeksi pembiayaan yang berfungsi untuk menilai kelayakaan sebuah usaha serta menilai suatu usaha dalam memberikan tingkat pengembalian. Penilaian tersebut berfungsi untuk menentukan nisbah bagi hasil yang akan disepakati oleh anggota dan Bank Syariah. Namun, biasanya Bank Syariah sudah menetapkan bagi hasil yang harus dibayarkan anggota kepada Bank Syariah tanpa melihat pendapatan yang diperoleh anggota setelah memperoleh pembiayaan. Penghimpunan dana yang diperoleh dari masyarakat akan dikelola dalam bentuk produk penyaluran dana atau pembiayaan. Hasil dari pembiayaan ini merupakan sumber pendapatan bagi Bank Syariah dan anggota penghimpun dana. pendapatan yang diperoleh tersebut berasal dari:
a.      Jual beli dengan mark up
Sistem jual beli dengan mark up merupakan suatu tata cara jual beli yang dalm pelaksanaanya, Bank Syariah akan membiayai pembelian barang (bersifat produktif) atas persetujuan anggota dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi Bank Syariah (mark up margin) yang di tentukan atas pertimbangan kondisi pasar, biaya personal dan kemampuan anggota atau ditetapkan berdasarkan tawar menawar kedua belah pihak. Keuntungan sistem jual beli ini dibagi dengan perbandingan 60:40 antara bank syariah dan anggota.
b.      Bagi hasil
Sistem bagi hasil merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembuatan hasil usaha penyedia modal dengan pengelola modal yang berbentuk mudharabah (Bank Syariah hanya mengawali operasional usaha nasabah) dan musyarakah (Bank Syariah ikut terlibat dalam operasional usaha nasabah). Keuntungan yang dibagikan pihak Bank Syariah kepada anggota berdasarkan atas laba usaha bruto dengan perbandingan bagi hasil 40:60, atau sesuai dengan kekuatan tawar menawar kedua belah pihak.
c.       Non profit
Sistem non profit ini juga disebut dengan pembiayaan kebijakan dan lebih bersifat sosial. Sumber dana untuk pembiayaan dapat berasal dari keuntungan yang diperoleh Bank Syariah (ketentuan syariah islam sebesar 2,5%). Produk dengan pembiayaan ini adalah qordhul hasan.
Dari beberapa hal tersebut maka akan mampu meningkatkan minat menabung masyarakat di lembaga keuangan Islam yang dalam hal ini adalah Bank Syariah. Di akui maupun tidak, sistem pendapatan bagi hasil yang diterapkan oleh Bank Syariah, masyarakat menganggap bahwa pendapatan yang diperoleh dari hasil menabungnya jauh lebih besar dari pada mereka menabung di lembaga keuangan konvensional(Arifin, 2000).
Dan dapat di simpulkan lagi bahwa bagi hasil yang dilakukan oleh bank syariah  sangat berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari beberapa karakter, diantaranya:
1.       Tingkat keuntungan bagi hasil yang diperoleh nasabah dari bank syariah lebih tinggi keuntungannya dibanding tingkat suku bunga pada bank konvensional.
2.      Kemungkinan terjadinya kerugiaan sangat kecil.
3.      Pendapatan yang diperoleh merupakan porsi bagi hasil yang disepakati sebelumnya.
Jika dilihat dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi minat untuk menabung, diantaranya:
1.      Faktor pelayan baik pelayanan sarana maupun pelayanan bertransaksi.
2.      Faktor keyakinan
3.      Faktor lokasi (jarak).










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia menjadikan sebagai salah satu solusi dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan perekonomian masyarakat, terutama bagi orang Islam sekarang ini akan jauh lebih berhati-hati untuk melakukan transaksi sesuai dengan prinsip Islam dan fiqih mu’amalah.
Bank syariah dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tergantung kepada kemampuan bank syariah dalam memberikan jasa pelayanan yang unggul, cepat dan tepat kepada nasabah. Untuk mencapai hal tersebut, maka bank harus mampu menciptakan produk jasa yang bernilai baru untuk mendapatkan nasabah yang potensial di tengah masyarakat, bahkan bank syariah juga harus memumpuni dalam hal pelayanan serta para pegawai yang berpotensial dalam memahami transaksi yang sesuai dengan hukum syariah Islam.
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut di perjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Pada penerapannya prinsip  yang digunakan pada sistem bagi hasil, menggunakan dua macam kontrak kerjasama yaitu: akad musyarakah dan mudharabah. Dimana musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Sedangkan mekanisme perhitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam, yaitu:
a.       Profit Sharing (bagi laba)
b.      Revenue Sharing (bagi pendapatan)
Dari pemaparan di atas tersebut, dapat kami simpulkan bahwa menurut pengetahuan yang dapat kita peroleh hubungan antara sistem bagi hasil dan minat menabung masyarakat mempunyai hubungan yang sangat kuat. Selain itu, kualitas pelayanan yang digunakan ataupun produk perbankan yang digunakan juga sangat signifikan terhadap minat menabung masyarakat. Jadi, pada saat ini bagi kaum muslim bertransaksi dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah akan jauh lebih aman dan terpercaya lagi akan kehalalannya.
B.     Saran
Dari berbagai sumber yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang sifatnya diluar batas kemampuan. Oleh karena itu, apabila pembaca menemukan kekurangan atau kelebihan dalam penulisan ini, maka sebagai penulis selalu terbuka dalam menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun guna untuk kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya. 

















DAFTAR PUSTAKA
Anton M. Moeliono, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1999.
Antonio, Syafei. 1999. Bank Syariah suatu pengenalan umum. Jakarta: Tazka Institute dan BI
Antonio, Syafei. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press
Arifin, Zainul. 2000. Memahami Bank Syariah Peluang Tantangan dan Praktek. Jakarta: Alfabeta.
Badudu JS dan Zain. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1982.
Lubis, Irsyad. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Medan: USU Press.
M. Syafei Antonio. 1999. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute dan BI. Cet. I.
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Muhammad. 2002. Manajemen Pembiayaan BANK SYARI’AH. Yogyakarta: AKADEMI MANAJEMEN PERUSAHAAN YKPN
Sukardi dan Anwari. 1984. Manfaat Menabung dalam Tabanas dan Taska. Jakarta: Balai Aksara
Taufik, Iqbal. 2016. Dinamika Hukum Islam Indonesia. Yogyakarta: Deepublish
Wiyono, Slamet. Akuntansi perbankan syariah.
Zuhaily, Wahbah. 1989. Al-fiqh Islami wa Adillatuhu. Darul Fikri Beirut Labanon.



[1] Lubis, Irsyad. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Medan: USU Press. Hlm: 101
[2] Muhammad. 2002. Manajemen Pembiayaan BANK SYARI’AH. Yogyakarta: AKADEMI MANAJEMEN PERUSAHAAN YKPN. Hlm: 1
Lihat juga : Taufik, Iqbal. 2016. Dinamika Hukum Islam Indonesia. Yogyakarta: Deepublish. Hlm: 112
[3] Ibid, hlm: 116
[4] Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Hlm: 101
[5] Opcit. Hlm: 117
[6] Ibid. Hlm: 118
[7] Ibid. Hlm: 119
[8] Ibid. Hlm: 120
[9] M. Syafei Antonio. 1999. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute dan BI. Cet. I. Hlm: 129
[10] Zuhaily, Wahbah. 1989. Al-fiqh Islami wa Adillatuhu. Darul Fikri Beirut Labanon. Hlm: 836
[11]Taufik, Iqbal. 2016. Dinamika Hukum Islam Indonesia. Yogyakarta: Deepublish. Hlm: 124
[12] Ahmad asy-Syarbasyi. Al-Mu’jam al-Iqtisad al-Islami. (Beirut: Dar Alamil Kutub, 1987)
[13] Drs. Slamet Wiyono. Akuntansi perbankan syariah. Hlm: 59
[14] Ibid.  Hlm: 62
[15] Anton M. Moeliono, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1999. Hlm: 225
.[16] Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1982. Hlm: 650
[17] Badudu JS dan Zain. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hlm: 139
[18] Aromasari,T. 1991. Hubungan Antara Sikap terhadap Tabungan Berhadiah dengan Minat Menabung Mahasiswa pada Bank di Beberapa Universitas Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
[19] Ibid. Hlm: 21
[20] Sukardi dan Anwari. 1984. Manfaat Menabung dalam Tabanas dan Taska. Jakarta: Balai Aksara. Hlm: 75