BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bank syariah di Indonesia didirikan karena
keinginan masyarakat terutama masyarakat yang beragama Islam yang berpandangan
bahwa bunga merupakan hal yang haram, hal ini lebih diperkuat lagi dengan
pendapat para ulama’ yang ada di Indonesia yang diwakili oleh fatwa MUI nomor 1
tahun 2004 tentang bunga yang intinya mengharamkan bunga bank yang didalamnya
terdapat unsur-unsur riba[1].
Di awali dengan berdirinya Bank Syari’ah
pada tahun 1992 yang di beri nama dengan Bank Mu’amalah Indonesia (BMI), sebagai
pelopor berdirinya perbankan yang berlandaskan syari’ah atau berdasarkan hukum
yang terdapat pada al-qur’an dan hadis nabi SAW,[2]
serta syari’at-syari’at islam yang membantu pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian masyarakat. Hal ini disebabkan karena bank syari’ah memiliki
beberapa keunggulan yang salah satu nya adalah konsep yang berorientasi kepada
bagi hasil.
Pada awalnya produk-produk yang ditawarkan
oleh bank syari’ah, menurut khalayak/masyarakat umum hanyalah produk-produk
konvensional yang berlebelkan dengan syari’ah. Alasannya karena sistem bagi
hasil dalam prakteknya masih menyerupai dengan sistem bunga di bank
konvensional. Menurut mereka, masih sangatlah sulit untuk membedakan antara
bagi hasil di bank syari’ah dan sistem bunga di bank konvensional, dan mereka
masih ragu akan hukumnya.
Namun dengan demikian, sebagai lembaga
perekonomian yang keberadaannya masih baru dibandingkan bank konvesional, bank
syariah masih menghadapi berbagai permasalahan, baik yang permasalahan pada
operasional maupun strategi. Akan tetapi, tujuan bank syariah didalam
menjalankan usahanya adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bank dengan
cara memperoleh keuntungan. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup bank, yang
sangat bergantung pada kemampuan bank didalam memberikan pelayanan yang unggul,
cepat, dan tepat pada nasabah. Untuk itu, maka bank harus mampu menciptakan
produk jasa yang bernilai baru untuk mendapatkan nasabah yang potensial
ditengah masyarakat. dalam hal ini, bank menciptakan produk (tabungan) yang
menguntungkan nasabah dan pihak bank tersebut.
Sedangkan pada era globalisasi ini di
seluruh belahan dunia baik Negara maju maupun Negara berkembang, aktivitas
manusia yang berhubungan dengan menabung sangatlah penting. Dengan adanya
tabungan masyarakat maka dapat meringankan beban masyarakat dimasa depan atau
pada saat tertentu apabila masyarakat mengalami kesulitan atau membutuhkan
kebutuhan yang sangatlah mendesak. Dengan menabung setiap orang dapat merasakan
keamanan uangnya terjamin dan tidak perlu takut kehilangan uangnya karena uang
tersebut berada didalam suatu lembaga yang resmi, dengan menabung juga melatih
seseorang untuk hidup lebih hemat.
Dengan adanya sekian banyak bank syari’ah
yang beroperasi (berkembang) di berbagai daerah, maka banyak masyarakat yang
mempunyai minat untuk menabung di bank syari’ah. Dan aktivitas menabung
tersebut, maka nasabah akan mendapatkan nisbah (bagi hasil) antara nasabah dan
bank syari’ah, meskipun nilai (prosentase) antara nasabah berkisar antara 50:50
atau 40:60 akan tetapi dilakukan dengan baik.
Agar sistem bagi hasil menjadi
karakteristik operasional bank syari’ah dan bisa di terima oleh masyarakat yang
masih menganggap bahwa bagi hasil itu serupa dengan sistem bunga yang berada di
bank konvesional. Untuk itu, kami akan mengangkat sebuah judul makalah kami
tentang “PENGARUH SISTEM BAGI HASIL TERHADAP MINAT MENABUNG DI BANK SYARIAH“.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
dari berbagai persoalan sistem bagi hasil, maka ada beberapa persoalan yang
dijadikan sebagai rumusan masalah, diantaranya yaitu:
1.
Bagaimana sistem
bagi hasil di bank syari’ah?
2.
Bagaimana pengaruh
antara sistem bagi hasil terhadap minat menabung nasabah?
C.
Tujuan Penelitian
- Untuk
mengetahui tentang ruang lingkup sistem bagi hasil di bank syari’ah.
- Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh sistem bagi hasil terhadap minat
menabung.
D.
Metode
Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis Library
research yaitu menggumpulkan bahan dengan membaca buku-buku jurnal dan
bentuk-bentuk bahan lain atau yang lazim disebut dengan penyelidikan
kepustakaan (library research).
2.
Sumber Data
Sebagai data sekunder kami menggunakan
yaitu dari beberapa buku-buku ataupun berbagai jurnal-jurnal yang
internasional.
3.
Teknik penggumpulan
data
Dalam pembuatan makalah ini, teknik
penggumpulan datanya peneliti meneliti dari sejumlah buku-buku ataupun
jurnal-jurnal Internasional, kemudian memilah-milahnya dengan menyesuaikan
materi-materi atau bahan-bahan yang kami butuhkan diprioritaskan dengan
karya-karya yang telah teruji kebenarannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sistem
Bagi Hasil Bank Syari’ah
- Pengertian
Bagi Hasil
Sistem bagi hasil merupakan sistem
dimana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama didalam melakukan kegiatan
usaha. Didalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas
keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam
sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat
dan pembagian hasil usahanya harus ditentukan terlebih dahulu pada awal
terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua
belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus saling rela (An-Tarodhin)
di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.[3]
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang
diterapkan didalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
1)
Definisi profit
sharing
Profit sharing menurut
etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan
pembagian laba.[4]
Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total
pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total
(total cost). Sedangkan pada perbankan syariah istilah yang sering
dipakai adalah profit and loss sharing, dimana hal ini dapat diartikan
sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas
hasil usaha yang telah dilakukan.[5]
Sistem profit and loss sharing dalam
pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara investor dan
pengelola modal dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara
keduannya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat
keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal
perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung
bersama sesuai porsi masing-masing.[6]
2)
Definisi Revenue
Sharing
Revenue Sharing berasal
dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang
berarti: hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata
kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, enghasilan atau
pendapatan.[7]
Revenue dalam kamus
ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan
barang-barang dan jasa-jasa yang di hasilkannya dari pendapatan penjualan.
Berbeda dengan reveneu didalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan reveneu
bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari
penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh
bank.
Reveneu pada perbankan
syari’ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana kedalam
bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini
merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil
penerimaan bank.[8]
Akan tetapi perbankan syari’ah memperkenalkan kepada masyarakat dengan istilah reveneu
sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan
pengelola dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
- Jenis-Jenis
Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil
dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu: musyarakah,
mudharabah, muzara’ah dan musaqoh. Namun, pada penerapannya prinsip yang
digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syari’ah menggunakan
kontrak kerjasama pada akad musyarakah dan mudharabah.
- Musyarakah
(Joint Venture Profi & Loss Sharing)
Menurut Antonio musyarakah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Sedangkan dalam penerapan yang dilakukan bank syariah, musyarakah adalah
suatu kerjasama antara bank dan nasabah untuk menyetujui suatu pembiayaan usaha
atau proyek dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana berdasarkan
prosentase tertentu dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.[9]
- Mudharabah
(Trustee Profit Sharing)
Menurut Zuhaily mudharabah adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana
(shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua sebagai
pengelola usaha (mudharib). Keuntungan yang didapat dari transaksi
mudharabah ini akan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak
dan biasanya dalam bentuk presentase (nisbah).[10]
Oleh karena itu, ada beberapa rukun dan
syarat dalam pembiayaan mudharabah yang harus diperhatikan yaitu:
a.
Pemilik modal
(shahibul mal)
b.
mudharib
c.
modal
d.
ijab qabul
Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang
dilakukan dalam perbankan syari’ah dari penghimpunan dan penyaluran dana
adalah:
1)
Tabungan
Mudharabah, yaitu simpanan pihak ketga yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan
perjanjian.
2)
Deposito
Mudharabah, yaitu merupakan investasi melalui simpanan
ihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu
dengan mendapat imbalan bagi hasil.
3)
Investasi
Mudharabah Antar Bank (IMA), yaitu sarana kegiatan
investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank
Syariah berdasarkan prinsip mudharabah dimana keuntungan akan dibagikan
kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.[11]
- Muzara’ah
Al-Muzara’ah adalah
kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana
pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk di tanami
dan di pelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) dari hasil panen.
- Musaqah
Al-Musaqah adalah
bentuk yang lebih sederhana dari Muzara’ah dimana si penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si
penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.[12]
- Konsep
Bagi Hasil
Konsep bagi hasil berbeda sekali dengan
konsep bunga yang diterapkan pada bank konvensional. Dalam bank syari’ah,
konsep bagi hasil sebagai berikut:
a.
Pemilik dana
menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank yang bertindak sebagai
pengelola dana.
b.
Pengelola/ bank
syariah mengelola dana tersebut diatas dalam sistem pool of fund, selanjutnya
bank akan menginvestasikan dana tersebut kedalam proyek/usaha yang layak dan
menguntungkan serta memenehui aspek syariah.
c.
Kedua belah pihak
menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah, dan
jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.[13]
- Nisbah
atau Ratio Bagi Hasil
Nisbah merupakan ratio atau porsi
bagi hasil yang akan diterima oleh tiap-tiap pihak yang melakukan akad kerja
sama usaha, yaitu pemilik dana dan pengelola dana yang tertuang dalam
akad/perjanjian dan telah ditandatangani pada awal sebelum dilaksanakan kerjasama
usaha. Apabila dalam akad diperjanjikan bahwa nisbah simpanan mudharabah adalah
40:60 maka bagi hasil yang didistribusikan kepada penabung/investor/nasabah
adalah 60% dari distribusi pendapatan untuk klasifikasi simpanan mudharabah.
Untuk contoh di atas maka nisbah untuk simpanan mudharabah = 60% X
Rp.20.000.000,00 = Rp. 12.000.000,00 sedangkan untuk bagian bank sebagai
pengelola dana = 40% X Rp 20.000.000,00 = Rp. 8.000.000,00. Apabila nisbah
untuk investasi mudharabah 01 = 50:50 maka distribusi pendapatan untuk
nasabah/investor = 50% X Rp.60.000.000,00 = Rp.30.000.000,00, sedangkan untuk
bank adalah 50% Rp. 60.000.000,00 =
Rp.30.000.000,00.[14]
B.
Pengertian
Minat Menabung
Minat dalam kamus besar bahasa Indonesia
diartikan sebagai sebuah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu gairah
atau keinginan.[15]
Secara etimologi pengertian minat adalah perhatian, kesukaan kepada sesuatu
keinginan[16].
Sedangkan menurut istilah ialah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu
campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka atau kecenderungan lain
yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.
Ada beberapa tahapan minat antara lain:
a.
Informasi yang
jelas sebelum menjadi nasabah.
b.
Pertimbangan yang
matang sebelum menjadi nasabah
c.
Keputusan menjadi
nasabah
Dengan demikan maka dapat dikatakan bahwa
minat adalah dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam
mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya. Selain
itu minat dapat timbul karena adanya faktor eksternal dan juga adanya faktor
intenal. Minat yang besar terhadap suatu hal merupakan modal yang besar untuk
membangkitkan semangat untuk melakukan tindakan yang diminati dalam hal ini
minat menabung.
Badudu dan Zain mengartikan menabung
sebagai kegiatan menyimpan uang dalam tabungan di kantor pos atau di bank.[17]
Sedangkan menurut Aromasari menyimpan uang di bank dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dimasa yang akan datang.[18]
Pada prinsipnya perilaku pembelian atau
minat menabung nasabah sering kali di awali dan di pengaruhi oleh banyaknya
rangsangan dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun dari
lingkungannya. Rangsangan tersebut kemudian di proses dalam diri sesuai dengan
karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan menabung. Karakteristik
pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat
kompleks dan salah satunya adalah motivasi untuk menabung.
Berdasarkan pemaparan di atas tadi dapat
ditarik kesimpulan bahwa minat menabung adalah kekuatan yang mendorong indvidu
untuk memberikan perhatiannya terhadap kegiatan menyimpan uang di bank yang
dilakukan secara sadar, tidak terpaksa dan dengan perasaan senang. Adapun
hal-hal yang dapat mempengaruhi minat menabung, yaitu:[19]
a.
Kebudayaan,
kebiasaan yang biasa ditanamkan oleh lingkungan sekitar.
b.
Keluarga, orang
tua yang rajin menabung secara tidak langsung akan menjadi contoh bagi
anak-anaknya.
c.
Sikap dan
kepercayaan, seseorang akan merasa lebih aman dalam mempersiapkan masa depannya
jika ia memiliki perencanaan yang matang, termasuk dalam segi finansialnya.
d.
Motif sosial,
kebutuhan seseorang untuk lebih maju agar dapt diterima oleh lingkungannya.
e.
Motivasi,
rencana-rencana mengenai kebutuhan-kebutuhan dimasa mendatang dapat mendorong
seseorang untuk menabung.
Sukardi dan Anwari berpendapat bahwa minat
menabung pada pokoknya menyangkut dua hal, yakni:[20]
1)
Masalah kemampuan
untuk menabung yang ditentukan oleh selisih antara pendapatan dan pengeluaran
yang dilakukan. Apabila pendapatan lebih besar dari pengeluaran dapat dikatakan
mempunyai kemampuan untuk menabung.
2)
Masalah kesediaan
untuk menabung.
Setiap
individu pada umumnya mempunyai kecenderungan menggunakan seluruh pendapatannya
untuk memenuhi kebutuhannya. Karena ada kecenderungan tersebut, maka kemampuan
menabung tidak secara otomatis diikuti dengan kesediaan menabung.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa minat menabung dapat dipengaruhi oleh faktor individual,
faktor sosial, faktor kemampuan dan faktor kesediaan.
C.
Hubungan
Tingkat Bagi Hasil dengan Minat Menabung
Bank syariah memperoleh pendapatan dari
beberapa pembiayaan yang disalurkan kepada anggota dalam bentuk pembiayaan yang
disalurkan kepada anggota dalam bentuk pembiayaan mudharabah, murabahah,
musyarakah, qordhul hasan, ijarah. Pendapatan yang diperoleh tersebut oleh
bank syariah akan didistribusikan kepada anggota penghimpun dana dan pemegang
saham, ada hubungan yang jelas antara pendapatan bagi hasil yang diperoleh Bank
Syariah dengan imbalan bagi hasil yang diperoleh nasabah penghimpun dana dan
pemegang saham. Metode bagi hasil bank syariah dengan menggunakan profit
sharing atau bagi laba, sedangkan pembagiaan bagi hasil untuk pendapatan
dan imbalan berdasarkan cash basis (Antonio. 1999.).
Pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah sebagian besar diberikan kepada pengusaha kecil. Sebelum menyetujui
usulan pembiayaan yang diajukan anggota, Bank syariah akan membuat suatu
proyeksi pembiayaan yang berfungsi untuk menilai kelayakaan sebuah usaha serta
menilai suatu usaha dalam memberikan tingkat pengembalian. Penilaian tersebut
berfungsi untuk menentukan nisbah bagi hasil yang akan disepakati oleh anggota
dan Bank Syariah. Namun, biasanya Bank Syariah sudah menetapkan bagi hasil yang
harus dibayarkan anggota kepada Bank Syariah tanpa melihat pendapatan yang
diperoleh anggota setelah memperoleh pembiayaan. Penghimpunan dana yang
diperoleh dari masyarakat akan dikelola dalam bentuk produk penyaluran dana
atau pembiayaan. Hasil dari pembiayaan ini merupakan sumber pendapatan bagi
Bank Syariah dan anggota penghimpun dana. pendapatan yang diperoleh tersebut
berasal dari:
a.
Jual
beli dengan mark up
Sistem jual beli dengan mark up merupakan
suatu tata cara jual beli yang dalm pelaksanaanya, Bank Syariah akan membiayai
pembelian barang (bersifat produktif) atas persetujuan anggota dengan harga
sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi Bank Syariah (mark up margin) yang
di tentukan atas pertimbangan kondisi pasar, biaya personal dan kemampuan
anggota atau ditetapkan berdasarkan tawar menawar kedua belah pihak. Keuntungan
sistem jual beli ini dibagi dengan perbandingan 60:40 antara bank syariah dan
anggota.
b.
Bagi
hasil
Sistem bagi hasil merupakan suatu sistem
yang meliputi tata cara pembuatan hasil usaha penyedia modal dengan pengelola
modal yang berbentuk mudharabah (Bank Syariah hanya mengawali operasional usaha
nasabah) dan musyarakah (Bank Syariah ikut terlibat dalam operasional usaha
nasabah). Keuntungan yang dibagikan pihak Bank Syariah kepada anggota
berdasarkan atas laba usaha bruto dengan perbandingan bagi hasil 40:60, atau
sesuai dengan kekuatan tawar menawar kedua belah pihak.
c.
Non
profit
Sistem non profit ini juga disebut
dengan pembiayaan kebijakan dan lebih bersifat sosial. Sumber dana untuk
pembiayaan dapat berasal dari keuntungan yang diperoleh Bank Syariah (ketentuan
syariah islam sebesar 2,5%). Produk dengan pembiayaan ini adalah qordhul
hasan.
Dari beberapa hal tersebut maka akan mampu
meningkatkan minat menabung masyarakat di lembaga keuangan Islam yang dalam hal
ini adalah Bank Syariah. Di akui maupun tidak, sistem pendapatan bagi hasil
yang diterapkan oleh Bank Syariah, masyarakat menganggap bahwa pendapatan yang
diperoleh dari hasil menabungnya jauh lebih besar dari pada mereka menabung di
lembaga keuangan konvensional(Arifin, 2000).
Dan dapat di simpulkan lagi bahwa bagi
hasil yang dilakukan oleh bank syariah
sangat berpengaruh terhadap minat menabung nasabah. Pengaruh tersebut
dapat dilihat dari beberapa karakter, diantaranya:
1.
Tingkat keuntungan bagi hasil yang diperoleh
nasabah dari bank syariah lebih tinggi keuntungannya dibanding tingkat suku
bunga pada bank konvensional.
2.
Kemungkinan
terjadinya kerugiaan sangat kecil.
3.
Pendapatan yang
diperoleh merupakan porsi bagi hasil yang disepakati sebelumnya.
Jika dilihat dari beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi minat untuk menabung, diantaranya:
1.
Faktor pelayan
baik pelayanan sarana maupun pelayanan bertransaksi.
2.
Faktor keyakinan
3.
Faktor lokasi
(jarak).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan pesatnya perkembangan dan
pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia menjadikan sebagai salah satu solusi
dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan perekonomian masyarakat, terutama
bagi orang Islam sekarang ini akan jauh lebih berhati-hati untuk melakukan
transaksi sesuai dengan prinsip Islam dan fiqih mu’amalah.
Bank syariah dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya tergantung kepada kemampuan bank syariah dalam memberikan
jasa pelayanan yang unggul, cepat dan tepat kepada nasabah. Untuk mencapai hal
tersebut, maka bank harus mampu menciptakan produk jasa yang bernilai baru
untuk mendapatkan nasabah yang potensial di tengah masyarakat, bahkan bank
syariah juga harus memumpuni dalam hal pelayanan serta para pegawai yang
berpotensial dalam memahami transaksi yang sesuai dengan hukum syariah Islam.
Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana
dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha.
Di dalam usaha tersebut di perjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan
yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Pada penerapannya
prinsip yang digunakan pada sistem bagi
hasil, menggunakan dua macam kontrak kerjasama yaitu: akad musyarakah dan
mudharabah. Dimana musyarakah adalah akad kerjasama antara dua belah pihak
atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Sedangkan mekanisme perhitungan bagi hasil
dapat dilakukan dengan dua macam, yaitu:
a.
Profit Sharing (bagi
laba)
b.
Revenue Sharing (bagi
pendapatan)
Dari pemaparan di atas tersebut, dapat
kami simpulkan bahwa menurut pengetahuan yang dapat kita peroleh hubungan
antara sistem bagi hasil dan minat menabung masyarakat mempunyai hubungan yang
sangat kuat. Selain itu, kualitas pelayanan yang digunakan ataupun produk
perbankan yang digunakan juga sangat signifikan terhadap minat menabung
masyarakat. Jadi, pada saat ini bagi kaum muslim bertransaksi dengan
menggunakan prinsip-prinsip syariah akan jauh lebih aman dan terpercaya lagi
akan kehalalannya.
B.
Saran
Dari berbagai sumber yang kami gunakan
dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
yang sifatnya diluar batas kemampuan. Oleh karena itu, apabila pembaca
menemukan kekurangan atau kelebihan dalam penulisan ini, maka sebagai penulis
selalu terbuka dalam menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun guna
untuk kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anton M.
Moeliono, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
1999.
Antonio,
Syafei. 1999. Bank Syariah suatu pengenalan umum. Jakarta: Tazka
Institute dan BI
Antonio,
Syafei. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Press
Arifin,
Zainul. 2000. Memahami Bank Syariah Peluang Tantangan dan Praktek. Jakarta:
Alfabeta.
Badudu JS dan
Zain. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1982.
Lubis, Irsyad.
2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Medan: USU Press.
M. Syafei
Antonio. 1999. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia
Institute dan BI. Cet. I.
Muhammad.
2002. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Muhammad.
2002. Manajemen Pembiayaan BANK SYARI’AH. Yogyakarta: AKADEMI MANAJEMEN
PERUSAHAAN YKPN
Sukardi dan
Anwari. 1984. Manfaat Menabung dalam Tabanas dan Taska. Jakarta: Balai
Aksara
Taufik, Iqbal.
2016. Dinamika Hukum Islam Indonesia. Yogyakarta: Deepublish
Wiyono,
Slamet. Akuntansi perbankan syariah.
Zuhaily,
Wahbah. 1989. Al-fiqh Islami wa Adillatuhu. Darul Fikri Beirut Labanon.
[2] Muhammad.
2002. Manajemen Pembiayaan BANK SYARI’AH. Yogyakarta: AKADEMI MANAJEMEN
PERUSAHAAN YKPN. Hlm: 1
Lihat juga : Taufik, Iqbal. 2016. Dinamika Hukum Islam
Indonesia. Yogyakarta: Deepublish. Hlm: 112
[9] M. Syafei
Antonio. 1999. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia
Institute dan BI. Cet. I. Hlm: 129
[12]
Ahmad asy-Syarbasyi. Al-Mu’jam al-Iqtisad al-Islami. (Beirut: Dar Alamil
Kutub, 1987)
[18] Aromasari,T.
1991. Hubungan Antara Sikap terhadap Tabungan Berhadiah dengan Minat Menabung
Mahasiswa pada Bank di Beberapa Universitas Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
[20] Sukardi dan
Anwari. 1984. Manfaat Menabung dalam Tabanas dan Taska. Jakarta: Balai
Aksara. Hlm: 75